PKD PMII
07.37 | Author: RAKJAT INDEPENDEN


SUDAH SELAYAKNYA KITA MERDEKA
05.59 | Author: RAKJAT INDEPENDEN

SUDAH SELAYAKNYA KITA MERDEKA
Dalam sejarahnya Indonesia merdeka pada tahun 1945 dan itu yang selalu kita agung-agungkan sebagai tahun bersejarah yang tak akan dilupakan oleh bangsa kita. pertumpahan darah yang dilakukan oleh pendahulu kita hanya untuk membumingkan satu kata yaitu merdeka. Dalam hal ini kita tidak akan pernah melupakan tokoh kemerdekaan seperti presiden kita yang pertama soekarno, hatta, tan malaka, sutan syahrir dan masih banyak lagi pejuang kemerdekaan kita yang patut kita jadikan tokoh dalam sejarah Indonesia. Terlepas dari itu kita pula tidak boleh melupakan sejarah kita, yang berawal dari kejaoyaan kerajaan-kerajaan yang ada di nusantara kita. dan diantara kerajaan-kerajaan itu salah satunya adalah majapahit yang mempunyai kekuasaan yang begitu luasnya. Kita wajib bersyur dengan kekayaan-kekayaan bangsa kita, tapi karena di manja oleh alam kita menjadi bangsa yang tidak beradap, bangsa yang malas dan bangsa yang pantas untuk dijajah. Tetapi diantara manisnya bangsa kita, kita selalu di ingatkan dengan Negara belanda yang sudah menjajah kita tiga setengah abad lamanya. Maka wajarlah kalo kita memang mempunyai kpribadian yang seperti ini. Kata prof. goenaryo dosen fakultas syariah dalam materinya kuliah, kita ,itu memang dinasibkan seperti ini, karena karakter budak yang masih ada dalam diri masyarakat Indonesia. Ini bisa kita simpulkan bahwa rakyat Indonesia tidak bisa melupakan penjajahan. Dan salah satu cara kita menjawab masalah metal budak kita adalah ,kita bisa melupakan sejarah itu sendiri dan menatap kedepan .
menurut Webster’s New World Dictionary, strategi adalah “ilmu perencanaan dan pengarahan operasi militer berskala besar, ilmu bagaimana memanuver kekuatan ke dalam posisi yang paling menguntungkan sebelum benar-benar berhadapan dengan musuh.”  Dalam hal ini kita harus mempersiapkan sedini mungkin, tentang generasi muda kita untuk mengikuti persaingan dunia global. Dengan begitu kita bisa dipertimbangkan dunia. Tapi sebelum kita melangkah yang lebih jauh, kita tidak bisa melupakan birokrasi kita yang mengekang kita mdan memperdaya kita dalam kemiskinan. Dan salah satu yang bisa merubah itu dengan kita memutus satu generasi yang bersangkutan dengan orde baru. Kita bisa melihat bahwa presiden kita adalah anak buah dari orde baru. Hal itu bisa dibuktikan bahwa mereka adalah tokoh-tokoh lama yang kembali muncul di permukaan. Dan itu tidak terlepas dari perpolikan kaum lama yang ada. Memang tidak bisa dipungkiri Di dalam hidup bernegara kita tak bias lepas dengan yang namanya politik, dan yang kita ketahui semua yang berbau politik itu buruk dan semua yang berbaju politik itu kotor. Maka selayaknya kita ada sedikit pemahaman tentang politik yang ada ,di setiap Negara. Poitik itu pada dasarnya adalah ,sebuah alat, sehingga kita dapat mencapai tujuan yang kita inginkan dengan mudah karena kita sudah mempunyai alatnya atau kendaraannya yaitu politik. Kita lihat dalam suatu bentuk pemerintahan yanig riil di Negara kita. Bahwa untuk menjadi seorang presiden kita perlu mempunyai alat atau kendaraan  yang mempermudah mereka mencapai derajat tersebut, yang sering kita sebut dengan partai politik. sedangkan yang kita pahami yaitu politik itu buruk di mulai dari hal ini. Sering kita jumpai bahwa dengan kepentingannya ia melakukan atau mencapai derajat itu dengan melakukan berbagai macam jalan, baik yang buruk ataupun yang baik, tapi kenyataannya kebanyakan memakai jalan kotor untuk mencapainya. Faktanya presiden kita melakaukan hal yang sama untuk  mencapainya dengan politik penciteraannya.
Berbicara tentang politik kita tidak akan terlepas mengenai- mengenai kebijakan. Kebijakan merupakan ide- idea tau strategi yang telah di sepakati bersama oleh suatu kelompok , partai politik atau pemerintah. Tapi apa yang dilakukan pemerintah atau partai politik itu sendiri, tidak sesuai dengan yang di alami masyarakatnya. Dalam pemerintahan itu lebih menekankan dalam kebijakan yang menyengsarakan dan tidak pro dengan rakyat, padahal pemerintah atau pembuat kebijakan itu sendiri adalah wakil dari rakyat yang di pilih langsung oleh rakyat dan untuk rakyat itulah prinsip demokrasi yang kita anut. Seharusnya dalam menentukan suatu kebijakan yang berhubungan dengan harkat dan martabat orang banyak itu harus mengatas namakan rakyat bukan sekelompok orang yang berkepentingan. Dari sinilah masyarakat harus tau dan mengontrol pemeriuntahan kita dalam setiap kebijakan yang di buatnya. Lalu apakah kita melihat keadaan politik kita sudah baik? Kepentingan golongan itulah yang membuat citra politik itu menjadi buruk, menurut Bluntschli, Garner dan Frank Goodnow menyatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari lingkungan kenegaraan. Bukan hanya mempelajari tentang bagaimana cara kita memperkaya diri.
Kita sebagai kaum muda dan kaum terpelajar, sudah selayaknya kita hancurkan bentuk bentuk pemerintahan yang tidak sejalan dengan pemikiran atau kepentingan rakyat banyak. Sudah seharusnya kita melakukan revolusi bukan revormasi yang gagal seperti tahun 1998.  Karena ada di tangan kita lah Negara ini baik, dan di tangan kita lah Negara ini akan merdeka. Kita sebagai generasi penerus bangsa tak perlu mengemis di Negara kita sendiri¸tolak hutang luar negeri. Kenapa kita harus takut dengan AMERIKA???
Dalam sebuah pidato yang sangat berapi- api pada januari 1958 presiden soekarno berkata, “ kalau saya pemuda, saya akan berontak terhadap keadaan ini”. Mungkin inilah saatnya pemuda bertindak bergerak dan berontak. Karena sudah jelas kita, bahwa pemerintahan kita hanya mengedepankan angka- angka pertumbuhan ekonomi secara global bukan mendasar, kita sering di buat bangga olehnya banyak infestor asing yang masuk ke Negara kita, padahal sebenarnya itulah penjajahan yang kita alami saat ini. Di tambah lagi banyak TKI kita yang tidaak ada kabar di perantauan  karena kurang nya perhatian  pemerintah. Minyak yang seharusnya kita pakai sendiri kini malah di jual ke pihak asing sehingga yang seharusnya kita bias mandi minyak malah kita mengimpor minyak, begitu juga dengan sumber daya alam yang lain. Dalam UUD 1945 telah mengatakan semua kekayaan alam bumi kita adalah untuk kesejahteraan rakyat.
Saatnya Kaum Muda Memimpin Indonesia
… reformasi sering berjalan dengan cepat meninggalkan pencetusnya bahkan keluar dari bayangan dan harapan para pendukungnya. Tapi percayalah , ia tak pernah henti, tak pernah mati. Soekarno juga pernah berkata bahwa “ beri aku 10 orang pemuda maka aku akan menaklukan dunia” jadi besar harapan pemuda untuk menegakkan kembali kesejahteraan Negara, sehingga dapat kita kembalikan pancasila sebagai dasar ideology Negara kita. dan dengan demikianlah Indonesia akan sejahtera. Kalo kita ingin berubah kita harus menghancurkannya dan membangunnya kembali dari awal itu yang pernah dikatakan Alm. Gusdur dalam ceramahnya, karena Negara kita sudah sedemikian busuknya sehingga kita tidak bisa merasakan kesejahteraan yang diberikan tuhan kepada kita. berbicara tenitang kesejahteraan kita mungkin hanya bisa membanyangkannya. Padahal berbicara tentang kesejaohteraan kita akan selalu terikat dengan namanya ekonomi. Sedangkan ekonomi kita tidak sesuai dengan ekonomi yang dibutuhkan masyarakat kita yaitu ekonomi kerakyatan. Sehingga ,banyak masyarakat kita beranggapan Negara kita berkembang pesat dalam ekonomi tetapi ekonompi itu yang malah akan merugikan rakyat. Bukan ekonomi yang diinginkan pendahulu kita yaitu moh. Hatta dengan ekonomi kerakyatannya yang terlahirlah konsep koperasi.
Indonesia memerlukan 1 pemimpin yang moderat dan adil. Dan 1 pemimpin memerlukan 5 orang pendamping yang mempunyai semangat revolusinya Tan Malaka, tri sakti kita warisi dari soekarnno. Dari hatta kita warisi ekonomi kerakyatannya ( koperasi) . Dan dari syahriri kita di warisi keadilan sosialnya. Dan dari yamin kita warisi Negara hukum. Dan itulah yang sudah di petakan dari generasi muda penerus bangsa. Dan dari segi itulah kita harus merombak ulang dan mengkonsep baru tentang Negara kita.


MONARKI ATAU PRESIDENSIAL = KESEJAHTERAAN RAKYAT
05.58 | Author: RAKJAT INDEPENDEN

MONARKI ATAU PRESIDENSIAL = KESEJAHTERAAN RAKYAT
Oleh: Nasrul Umam
Sejarah mengatakan bahwa bangsa  kita selalu di pimpin oleh seorang raja. Dan karena raja raja lah yang memang pantas menjadi acuan dari Negara kita. Kita bisa melihat antara Negara yang di pimpin oleh raja dan yang dipimpin oleh presiden atau yang lainnya. Kita bias melihat inggris begitu cepatnya ia berkembang karena ia mempunyai seorang raja, tak usah jauh kita melihat, kita bias melihat Negara tetangga kita Malaysia begitu pesatnya ia membangun Negaranya lewat pemerintahan monarki nya,  begitu juga Negara arab dan uni emirat arab. Kalo melihat secara konsep kepemimpinan itu harus mempunyai karisma bukan karena ia menang dalam kongres atau pemilu. Itu yang seharusnya di lakukan oleh Indonesia melihat sejarah menjelaskan peradaban- peradaban yang pernah di embannya. Hal ini dapat di katakana apabila dulu sejarah bangsa kita dari jawa, Kalimantan, Sumatra, NTT dan yang laennya mengembangkan daerahnya lewat system kerajaan , di jawa sering kita dengar kerajaan Majapahit, demak. Dll di Kalimantan ada kerajaan Kutai, di Sumatra Pgaruyung di daerah sekitar Sumatra barat, di aceh ada samudra pasai dan di NTT ada kerajaan Fehalaran, tapi  mengapa kita malah keluar dari sendi itu dan melupakannya? Malah kita percaya dengan system pemerintahan yang di titipkan amerika dan Negara maju yang laenya yang sudah jelas mereka tidak tahu rumpun aatau cultur bangsa kita. Amerika pemerintahan nya presiden terpilih karena itu yang pantas buat Negara seperti mereka karena melihat sejarah dari negaranya yang mayoritas penduduknya adalah orang pendatang. Yang disitu harus dituntun untuk adil dalam memilih pemimpinnya. Tapi Negara kita?? Penduduk mayoriytas pribumi. Dan tiap daerah sudah di wakili raja. Karena dalam sejarah Indonesia, masyarakat perlu sosok yang di segani dan mampu mensejahterakan yang memimpin daerahhnya dan yang tepat adalah system raja. Yang mula- mula mungkin hanya sekedar tuan otanah sehingga pada ahirnya ia membuat peradaban baru di era post kolonialisme.
Sistem kerajaan seperti ini sudah mengakar di bumi Indonesia. yang mana orang akan mengedepankan keluarga dahulu baru kemudian orang lain. Banyak contoh yang bisa kita lihat atau kita rasakan, dimana orang lebih mementingkan keluarga dahulu yang kemudian orang lain. Jika itu lembaga pendidikan, bisa kita perhatikan siapa-siapa saja yang bergelut di dalamnya. dan jika itu perekrutan karyawan, siapa-siapa yang akan dengan mudah mendapatkan. Tidak akan jauh, akan ada orang terdekat dari mereka yang sebelumnya sudah memasukinya. Dan dari situlah soekarno menciptakan pancasila yang mungkin itu bisa mewakili dari kepentingan- kepentingan bersama. Negara kita sangat di kenal dengan nilai gotong royongnya, dan itu sudah mulai hilang, padahal dari gotong royong itulah kita bisa merdeka. Dan nilai gotong royong itu sendiri tidak jauh dari aturan- aturan atau nilai- nilai dalam cultur kerajaan. Soekarno pernah berkata “ jangan lupakan jas merah” karena memang dari sejarahlah kita seharusnya berkembang, dan dari sejarahlah kita bisa membaca keadaan yang lebih riil dengan sejarah sebagai referensi penyelesaiannya.
Dalam hal ini, sebenarnya rakyat sudah bosan untuk membahasnya atau pun mendiskusikannya, sekarang ini yang masyarakat inginkan adalah selama rakyat tidak susah untuk dapat makanan, pendidikan, kesehatan dan penghidupan yang layak. Melihat perkembangan ini kita bisa membadakan antara pemerintahan mana yang bisa mdi andalakan unituk mengatasi ,permasalahan masyarakat yanig sudah sedemiukian peliknya. Apalagi kalo kita membahas tentang ekonomi, plitik dan sosial budaya. Sangat jauh berbeda antara kerajaan dan pemerintahan Indonesia sekarang ini. Dalam ekonomi. Yang pasti kalo kerajaan mengacu pada ekonomi kerakyatan dan belum tentu system ekonomi yang kita pakai sekarang di Negara kita ini cocok. Dan ternyata terbukti tidak cocok dan sangat menindas masyarakat kecil. Berbicara soal politik, dalam system kerajaan yang pernah di terapkan di kerajaan yaitu raja itu turun temurun sehingga dapat menyiasati denagan adanya many politik, dan juga dalam percaturan politik krerajaan sangat tidak berimbas langsung pada masyarakat, dan hanya kalangan kerajaan lah yang tau. Sedangnkan melihat perpolitikan di neara kita sangat riskan, tiap hari kita di suguhi oleh politisi yang tidak karuan, imbas dari pertarungan dalam partai atau politik dalam sebuah Negara sangat di rasakan langsung oleh jrakyat, ,yang ahirnya ia di gelisahkan dengan permasalahan – permasalahan yang seharusnya ia tak perlu tau lebih jauh malah setiap hari ia di suguhi makanan – makanan yang tak mutu yang ahirnya memberikan argument kepada mereka acuh dan cuek melihat atau mengontrol pemerintah, dan terkesan takut.  Dalam nilai sosial budaya nya. Era kerajaan- kerajaan dulu sangat menghormati kesenian- kesenian yang itu ahirnya memberikan identitas suatu kerajaan dan yang sangat ingin di tekan kan bahwa dalam kerajaan system initeraksi sosial sangat kental, dengan adanya gotong royong dan dengan adanya ,musyawarah. Dalam keadaaan yang seperti ini apa yang harus dilakukan, yang duulu ternyata reformasi 1998 bisa di bilang gagal. karena tidak mengena di sector ekonominya. Sehingga ,menjadikan  Negara yang sedemikian rupa. Kita belumm terlambat apabila kita membicaraka perubahan, dan jika di tahun 1998 ada reformasi yang belum kena di sebagian sector dan sekarang lah kita bisa membangun Indonesia dengan refolusi di segala aspek. Dengan tidak melupakan jas merah yang bilang soekarno. Yang kemudian bisa di jadikan untuk refolusi yang sedang kita rencanakan mulai sekarang. Wat masa kepemimpinannya.
Indonesia memerlukan 1 pemimpin yang moderat dan adil. Dan 1 pemimpin memerlukan 5 orang pendamping yang mempunyai semangat revolusinya Tan Malaka, tri sakti kita warisi dari soekarnno. Dari hatta kita warisi ekonomi kerakyatannya ( koperasi) . Dan dari syahriri kita di warisi keadilan sosialnya. Dan dari yamin kita warisi Negara hukum. Dan itulah yang sudah di petakan dari generasi muda penerus bangsa. Dan kita mulai perubahan itu di KSMW.


KEUTUHAN NEGARA DALAM GENGGAMAN PEMUDA SEBAGAI GENERASI PENERUS BANGSA
Oleh: nasrul umam ( ketua dept jaringan dan komunikasi public)
Keompok studi mahasiswa walisongo semarang (KSMW)
Di dalam hidup bernegara kita tak bias lepas dengan yang namanya politik, dan yang kita ketahui semua yang berbau politik itu buruk dan semua yang berbaju politik itu kotor. Maka selayaknya kita ada sedikit pemahaman tentang politik yang ada ,di setiap Negara. Poitik itu pada dasarnya adalah ,sebuah alat, sehingga kita dapat mencapai tujuan yang kita inginkan dengan mudah karena kita sudah mempunyai alatnya atau kendaraannya yaitu politik. Kita lihat dalam suatu bentuk pemerintahan yanig riil di Negara kita. Bahwa untuk menjadi seorang presiden kita perlu mempunyai alat atau kendaraan  yang mempermudah mereka mencapai derajat tersebut, yang sering kita sebut dengan partai politik. sedangkan yang kita pahami yaitu politik itu buruk di mulai dari hal ini. Sering kita jumpai bahwa dengan kepentingannya ia melakukan atau mencapai derajat itu dengan melakukan berbagai macam jalan, baik yang buruk ataupun yang baik, tapi kenyataannya kebanyakan memakai jalan kotor untuk mencapainya. Faktanya presiden kita melakaukan hal yang sama untuk  mencapainya dengan politik penciteraannya.
Berbicara tentang politik kita tidak akan terlepas mengenai- mengenai kebijakan. Kebijakan merupakan ide- idea tau strategi yang telah di sepakati bersama oleh suatu kelompok , partai politik atau pemerintah. Tapi apa yang dilakukan pemerintah atau partai politik itu sendiri, tidak sesuai dengan yang di alami masyarakatnya. Dalam pemerintahan itu lebih menekankan dalam kebijakan yang menyengsarakan dan tidak pro dengan rakyat, padahal pemerintah atau pembuat kebijakan itu sendiri adalah wakil dari rakyat yang di pilih langsung oleh rakyat dan untuk rakyat itulah prinsip demokrasi yang kita anut. Seharusnya dalam menentukan suatu kebijakan yang berhubungan dengan harkat dan martabat orang banyak itu harus mengatas namakan rakyat bukan sekelompok orang yang berkepentingan. Dari sinilah masyarakat harus tau dan mengontrol pemeriuntahan kita dalam setiap kebijakan yang di buatnya. Lalu apakah kita melihat keadaan politik kita sudah baik??? Kepentingan golongan itulah yang membuat citra politik itu menjadi buruk, menurut Bluntschli, Garner dan Frank Goodnow menyatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari lingkungan kenegaraan. Bukan hanya mempelajari tentang bagaimana cara kita memperkaya diri.
Kita sebagai kaum muda dan kaum terpelajar, sudah selayaknya kita hancurkan bentuk bentuk pemerintahan yang tidak sejalan dengan pemikiran atau kepentingan rakyat banyak. Sudah seharusnya kita melakukan revolusi bukan revormasi yang gagal seperti tahun ‘98.  Karena ada di tangan kita lah Negara ini baik, dan di tangan kita lah Negara ini akan merdeka. Kita sebagai generasi penerus bangsa tak perlu mengemis di Negara kita sendiri¸tolak hutang luar negeri. Kenapa kita harus takut dengan AMERIKA???
Dalam sebuah pidato yang sangat berapi- api pada januari 1958 presiden soekarno berkata, “ kalau saya pemuda, saya akan berontak terhadap keadaan ini”. Mungkin inilah saatnya pemuda bertindak bergerak dan berontak. Karena sudah jelas kita, bahwa pemerintahan kita hanya mengedepankan angka- angka pertumbuhan ekonomi secara global bukan mendasar, kita sering di buat bangga olehnya banyak infestor asing yang masuk ke Negara kita, padahal sebenarnya itulah penjajahan yang kita alami saat ini. Di tambah lagi banyak TKI kita yang tidaak ada kabar di perantauan  karena kurang nya perhatian  pemerintah. Minyak yang seharusnya kita pakai sendiri kini malah di jual ke pihak asing sehingga yang seharusnya kita bias mandi minyak malah kita kelaparan minyak, begitu juga dengan sumber daya alam yang lain. Katakan TIDAK untuk  pemberontakan .
Saatnya Kaum Muda Memimpin Indonesia
… reformasi sering berjalan dengan cepat meninggalkan pencetusnya bahkan keluar dari bayangan dan harapan para pendukungnya. Tapi percayalah , ia tak pernah henti, tak pernah mati. Soekarno juga pernah berkata bahwa “ beri aku 10 orang pemuda maka aku akan menaklukan dunia” jadi besar harapan pemuda untuk menegakkan kembali kesejahteraan Negara, sehingga dapat kita kembalikan pancasila sebagai dasar ideology Negara kita….. 
BADAN AMIL ZAKAT,INFAK DAN SHODAQOH
01.29 | Author: RAKJAT INDEPENDEN




I.                   PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Masalah kemanusiaan yang terbesar adalah masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar umat manusia termasuk di dalamnya umat Islam. Masalah kaya miskin dalam masyarakat kadang-kadang dipandang sebagai masalah rawan karena keadaan demikian dapat menimbulkan kesenjangan dan masalah sosial. Masalah sosial yang timbul dari kemiskinanan seperti kriminalitas, penculikan anak, kenakalan remaja, anak jalanan, gelandangan, pengemis, narkoba, prostitusi dan masalah sosial lainnya. Masalah-masalah sosial tersebut tentunya akan meresahkan masyarakat dan perlu ditangani dengan cara mengentaskan kemiskinan terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi perbedaan kaya dan miskin yang mencolok dalam masyarakat. Untuk mengentaskan kemiskinan diperlukan kerjasama dari semua pihak  baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri, karena mengentaskan kemiskinan merupakan tanggung jawab bersama sebagai bentuk solidaritas sosial dalam masyarakat.

Tiap agama membawa ajaran yang baik terlepas dari perbedaan-perbedaan sangat mendasar yang menyertainya. Termasuk di dalamnya ajaran kedermawanan sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama dan ajaran menciptakan persatuan dan kesatuan antar umat manusia. Menurut Jalaluddin (2005 : 263) agama memiliki fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas sosial dimana penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan : iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. Karena agama mendorong manusia untuk tidak selalu memikirkan kepentingan pribadi tetapi juga kepentingan sesama. Itu berarti agama membantu mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban-kewajiban sosial dengan memberikan nilai-nilai yang berfungsi menyalurkan sikap-sikap para anggota masyarakat dan menetapkan isi kewajiban-kewajiban sosial mereka. Dalam peranan ini agama telah membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh.

Peranan sosial agama harus dilihat terutama sebagai sesuatu yang mempersatukan. Dalam pengertian harfiahnya, agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan bersama dalam masyarakat. Agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial. Nilai-nilai sosial keagamaan tersebut tidak mudah diubah karena adanya perubahan- perubahan dalam konsepsi-konsepsi kegunaan dan kesenangan duniawi                          (Nottingham, 1997 : 42). Seperti halnya ajaran agama Islam yang menghendaki penganutnya untuk memiliki kepekaan dan solidaritas sosial untuk ikut memikirkan nasib orang lain dan  memiliki kewajiban sosial membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Salah satu ajaran Islam yang menunjukkan solidaritas dan kewajiban untuk mensejahterakan masyarakat adalah zakat. Zakat merupakan ibadah umat Islam di bidang harta yang sering dipandang sebagai instrumen untuk merealisasikan konsep keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat. Zakat merupakan manifestasi dalam hubungan antara manusia dengan prinsip mendistribusikan harta kekayaan dari yang kaya kepada yang miskin sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial.

Islam mewajibkan seorang muslim yang mampu untuk mengeluarkan hartanya dalam bentuk zakat, infaq dan shadaqah. Sedangkan bagi  orang yang tidak mampu berusaha dan tidak sanggup bekerja, serta tidak memiliki harta untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, maka ia berhak mendapat jaminan dari saudara-saudaranya yang mampu, karena dalam Islam semua muslim itu bersaudara. Jaminan yang dimaksud tersebut berupa zakat yang diberikan oleh muslim yang mampu kepada saudara muslim yang tidak mampu. Zakat inilah yang diharapkan mampu meminimalisir kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin, sebagai sikap dari saling membantu dan solidaritas dalam Islam yang pada akhirnya mampu pula memberantas kemiskinan dalam masyarakat.

Yusuf Qardhawi (Nuruddin, 2006 :152-153) mengemukakan bahwa zakat adalah sistem sosial, karena zakat berfungsi menyelamatkan masyarakat dari kelemahan baik karena bawaan ataupun karena keadaan. Zakat dapat menanggulangi berbagai bencana dan kecelakaan, memberikan santunan kemanusiaan, orang yang berada menolong yang tidak punya, yang kuat membantu yang lemah, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan kehabisan bekal dan memperkecil perbedaan antara si kaya dan si miskin.

Sedangkan zakat menurut Hikmat Kurnia dan A. Hidayat (2008 : 8) merupakan salah satu dari sistem ekonomi Islam karena zakat merupakan salah satu implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi Islam. Di sisi lain Sahal (Sidiq, 2005 : 11) juga menyatakan zakat adalah institusi-institusi untuk mencapai keadilan sosial, dalam arti sebagai mekanisme penekanan modal pada sekelompok kecil masyarakat.

Zakat merupakan ibadah yang memiliki akar historis yang cukup panjang, seperti juga ibadah shalat. Kalau shalat merupakan ibadah ruhiyah, maka zakat adalah ibadah harta dan sosial yang memiliki posisi sangat penting, strategis, dan menentukan, baik yang dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Dengan kata lain, zakat disamping memiliki dimensi spiritual juga memiliki dimensi sosial ekonomi. Dengan demikian, bagi setiap muslim yang telah menunaikan zakat, tidak hanya beribadah untuk dirinya sendiri tetapi juga berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan sesamanya, dimana pengeluaran zakat dibebankan atas harta atau kekayaan seorang muslim sehingga zakat memiliki tujuan sangat mulia .

Adapun tujuan mulia dari zakat menurut Muhammad Said Wahbah (Nuruddin, 2006 : 32-33) yaitu :
1.      Membangun jiwa dan semangat untuk saling menunjang dan solidaritas sosial di kalangan masyarakat Islam.
2.      Merapatkan dan mendekatkan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat.
3.      Menanggulangi pembiayaan yang mungkin timbul akibat berbagai bencana, seperti bencana alam maupun bencana lainnya.
4.      Menutup biaya-biaya yang timbul akibat terjadnya konflik, persengketaan dan berbagai bentuk kekerasan dalam masyarakat.
5.      Menyediakan dana taktis dan khusus untuk penangulangan biaya hidup para gelandangan, para pengangguran, dan tuna sosial lainnya, termasuk dana untuk membantu orang-orang yang hendak menikah, tetapi tidak memiliki dana untuk itu.

Peran strategis zakat dalam mensejahterakan umat, bukan hanya janji kosong ataupun angan-angan. Zakat  telah terbukti begitu efektif pada zaman kekhalifahan Umar bin Khaththab yang mampu mengentaskan kemiskinan karena tidak lagi ditemukan orang-orang miskin untuk diberikan zakat. Seperti yang dikisahkan Abu Ubaid bahwa Mu’adz bin Jabal pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada khalifah Umar, karena beliau tidak lagi menemukan mustahik (penerima zakat) zakat di Yaman, tapi dikembalikan oleh Umar, Mu’adz kemudian mengirimkan sepertiga hasil zakat itu yang kembali ditolak oleh Umar. (www.Sebi.ac.id, akses tanggal 30 Oktober 2008).

Sebuah potret yang begitu mengagumkan dari adanya kewajiban zakat bagi umat muslim. Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, yang secara logika sederhana, muzakki-nya (pembayar zakat) tentu sangat banyak, dan jika ini bisa dimaksimalkan, bukan tidak mungkin bangsa ini akan  bebas dari lilitan hutang dan masyarakatnya bisa sejahtera. Agar menjadi sumber daya yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara professional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah.

Di Indonesia sendiri pemerintah telah mengeluarkan  Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat  sebagai landasan hukum sekaligus pengatur dalam upaya pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat yang disertai dengan  Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 Tahun 1999 tentang  Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat dan Urusan Haji No. D / 291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Walau telah ada dasar hukum yang kuat mengenai pengelolaan zakat, namun masih ada kekurangan dari undang-undang tersebut, seperti tidak adanya sanksi bagi orang yang telah mampu dan wajib berzakat tetapi tidak melaksanakannya (tidak mau membayar zakat). Sehingga mengeluarkan zakat masih bergantung pada kesadaran individu masing-masing.

Dalam Bab II pasal 5 Undang-undang zakat tersebut dikemukakan bahwa pengelolaan zakat bertujuan untuk :
  1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai tuntutan agama.
  2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial .
  3. Meningkatkan hasil dan daya guna zakat.

Dalam undang-undang  tersebut juga dikemukakan bahwa pemerintah Indonesia menetapkan dan mengesahkan  Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai organisasi yang bergerak dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Badan Amil Zakat (BAZ) sebagai badan yang didirikan oleh pemerintah menjadi ujung tombak pemerintah dalam upaya pengumpulan dan pendistribusian zakat. Badan ini didirikan di berbagai tingkatan mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Pelaksanaan pengelolaan zakat turut pula dilaksanakan  oleh unsur masyarakat melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah setelah memenuhi beberapa persyaratan tertentu.

Berkaitan dengan upaya pembentukan pengelola zakat yang kuat, amanah dan dipercaya oleh masyarakat maka diatur pula sanksi bagi lembaga pengelola zakat seperti yang tercantum dalam Bab VIII pasal 21 butir 1 bahwa :
     “setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau tidak       mencatat dengan tidak benar harta zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat,waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, pasal 12, dan pasal 13 dalam undang-undang ini diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/ atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah)”.

Dengan adanya sanksi tersebut diharapkan dapat membuat masyarakat percaya dan sengaja mengeluarkan zakatnya  melalui lembaga amil zakat.

Sejak dikeluarkannya UU No.38 tahun 1999  tersebut, pengelolaan zakat di Indonesia terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Terbukti dengan semakin banyaknya badan/lembaga yang berdiri untuk mengelola zakat. Menurut data Forum Zakat (FOZ) hingga Nopember 2007 di Indonesia sudah ada BAZ (Badan Amil Zakat) sebanyak 433 badan dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) sebanyak 60 lembaga atau total BAZ/LAZ = 493 lembaga. Dari 493 lembaga tersebut berhasil dihimpun dana sebesar Rp 1,8 Triliun (http : //www.dsniamanah.or.id, tanggal 31 Januari 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah dan Ford Foundation (http://www.rumahzakat.org/detail.php?id=1628&kd=B tanggal 30 Desember 2008) mengungkapkan, jumlah filantropi (kedermawanan) umat Islam Indonesia mencapai Rp 19,3 triliun dalam bentuk barang Rp 5,1 triliun dan uang Rp 14,2 triliun. Jumlah dana sebesar itu, sepertiganya masih berasal dari zakat fitrah (Rp 6,2 triliun) dan sisanya zakat harta sebesar Rp. 13,1 triliun.

Potensi zakat di Indonesia sesungguhnya sangat besar, berdasarkan hitungan Kompas, potensi minimal zakat di Indonesia sebesar Rp 4,8 triliun. Asumsinya, penduduk Muslim 88,2 persen dari total penduduk Indonesia. Mengacu pada Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007, dari 56,7 juta keluarga di seluruh Indonesia, 13 persen di antaranya memiliki pengeluaran lebih dari Rp 2 juta per bulan. Dengan asumsi bahwa penghasilan setiap keluarga itu lebih besar daripada pengeluaran, minimal keluarga itu mampu membayar zakat 2,5 persen dari pengeluarannya. Dengan demikian, nilai totalnya menjadi Rp 4,8 triliun. Hasil survei Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) tahun 2007 menyebutkan, potensi zakat di Indonesia lebih besar lagi, yaitu Rp 9,09 triliun. Survei ini menggunakan 2.000 responden di 11 kota besar di Indonesia.

Pakar ekonomi syariah, Syafii Antonio, bahkan menyebut potensi zakat Indonesia mencapai Rp 17 triliun. Namun, hasil riset terbaru dari Ivan Syaftian, peneliti dari Universitas Indonesia, tahun 2008, dengan menggunakan qiyas zakat emas, perak, dan perdagangan, didapat data potensi zakat profesi sebesar Rp 4,825 triliun per tahun. Penghitungan ini menggunakan variabel persentase penduduk Muslim yang bekerja dengan rata-rata pendapatan di atas nisab (http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/30/00185540/potensi.zakat.triliunan.rupiah).

Sementara itu, jumlah dana zakat yang bisa dihimpun Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) tahun 2007 sebesar Rp 14 miliar. Apabila digabung dengan penerimaan zakat seluruh lembaga amil zakat (LAZ) tahun 2007, dicapai Rp 600 miliar. Nilai ini hanya 12,5 persen dari potensi minimal yang ada jika asumsi potensi Rp 4,8 triliun. Ini membuktikan bahwa dari potensi zakat yang besar belum sepenuhnya tergali untuk digunakan mengatasi masalah kemiskinan.

Hasil Survei “Potensi dan Perilaku Masyarakat dalam Berzakat” (http:/ www. PIRAC.co.id, akses tanggal 3 Februari 2009) yang dilakukan PIRAC pada akhir 2007 dengan  melibatkan 2000 responden yang dilakukan setiap tiga tahun untuk mengetahui potensi dan perubahan perilaku masyarakat dalam berzakat. Survei yang dilakukan di 11 kota besar, yakni Medan, Padang, DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Pontianak, Balikpapan, Makassar, dan Manado menunjukkan bahwa 55 persen masyarakat muslim yang menjadi responden sadar atau mengakui dirinya sebagai pembayar zakat (muzaki).

Tingkat kesadaran para muzaki ini meningkat 5,2 persen dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya (2004) yang besarnya 49,8 persen. Fenomena ini menunjukkan adanya kesadaran masyarakat akan kewajibannya sebagai wajib zakat. Peningkatan kesadaran ini juga terlihat dari kepatuhan muzaki dalam menunaikan kewajibannya berzakat. Survei menunjukkan sebagian besar responden yang mengaku sebagai muzaki (95,5 persen) menunaikan kewajibannya dengan membayar zakat. Jumlah persentase muzaki yang membayar zakat ini juga sedikit meningkat dibanding hasil survei 2004 yang besarnya (94,5 persen). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengeluarkan zakatnya.

Munculnya lembaga-lembaga pengelola zakat dan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam melaksanakan ibadah zakat, belum disertai dengan kesadaran untuk menyalurkan zakat melalui badan amil zakat ataupun lembaga amil zakat. Jumlah muzaki (pembayar zakat) yang menyalurkan zakat secara langsung lebih besar daripada yang menyalurkan melalui BAZ dan LAZ. Hal ini dapat dilihat dari hasil Survei PIRAC yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden (59%) ternyata memilih menyalurkan zakatnya kepada masjid di sekitar rumah. Responden yang memilih menyalurkan zakatnya langsung kepada penerima zakat sebesar 25 %, sementara responden yang menyalurkan zakatnya ke BAZ dan LAZ hanya 6% dan 1,2%.

Di Bandar Lampung sendiri, menurut Ansori, direktur LAZIS Lampung (Lampung Post, 28 September 2007) masyarakat Lampung cenderung memberikan zakatnya  langsung kepada mustahiq (penerima zakat), sehingga zakat yang dikelola masih minim. Di sisi lain, lembaga amil zakat kurang berkembang karena tingkat kepercayaan masyarakat untuk memberikan zakatnya kepada LAZIS masih rendah. Padahal, potensi zakat di Lampung ini sangat besar, mencapai Rp30 miliar/tahun.
Banyak pemberi zakat yang lebih senang menyalurkan zakatnya melalui masjid sekitar rumah ataupun  secara langsung kepada mustahik. Pengelolaan zakat lewat masjid umumnya tidak seoptimal dan profesional lewat BAZ dan LAZ. Pola pengelolaan zakatnya biasanya bersifat pasif, tentatif atau tidak rutin, booming pada saat Ramadhan, dikelola oleh panitia sementara dan pendayagunaannya hanya pada pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Sedangkan pembagian zakat secara langsung merupakan niat baik, namun niat baik juga harus disertai dengan pelaksanaan yang baik agar tidak terjadi hal yang merugikan seperti yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

Contoh penyaluran zakat yang berakhir tragis terjadi saat ada pembagian zakat secara massal oleh keluarga Haji Syaikon di Pasuruan, Jawa Timur,  pada tanggal 15 September 2008 yang menyebabkan 21 orang tewas dan belasan korban luka-luka akibat pembagian zakat yang tidak tertib (http ://www. Detiknews.com tanggal 2 Februari 2009) dan berita Ramadhan tahun sebelumnya menewaskan 5 orang di rumah Habib Ismet Alhabsyi Jl. Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan merupakan berita yang sangat miris didengar.  Insiden ini sebenarnya bukan pertama kali terjadi, namun pola penyaluran zakat secara massal ini tampaknya masih diminati masyarakat. Insiden Pasuruan ini tak perlu terjadi seandainya H. Syaikhon dan Habib Ismet sebagai muzaki mau menyerahkan zakatnya kepada amil zakat yang sudah ada, yakni badan amil zakat daerah atau lembaga amil zakat lainnya.

Selain mengindari hal-hal yang tak diinginkan, penyaluran zakat secara kolektif melalui lembaga pengelola zakat, apalagi yang memiliki  kekuatan hukum  formal, menurut  Abdurrahman   Qadir   (Hafidhuddin,  2002 : 126) akan memiliki beberapa keuntungan, antara lain : Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin muzakki (pemberi zakat). Kedua, untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik (penerima zakat), apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. Ketiga, untuk mencapai efisiensi dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat. Keempat, untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami. 

Sebaliknya, jika zakat diserahkan secara langsung dari muzakki kepada mustahik, meskipun secara hukum syariah adalah sah, akan tetapi disamping akan terabaikannya hal-hal tersebut diatas, juga hikmah dan fungsi zakat , terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan umat akan sulit diwujudkan. Seperti yang diungkapkan oleh Yusuf Wibisono (2007 : 3) bahwa zakat sebagai salah satu ibadah memiliki potensi yang menjanjikan bagi perekonomian dan dapat mengentaskan kemiskinan, baru akan terasa dampaknya pada tingkat yang diharapkan jika dana zakat terkumpul dalam jumlah yang cukup signifikan, dikumpulkan secara terorganisir dan dikelola secara profesional.

Besarnya manfaat zakat dan pentingnya penghimpunan zakat secara kolektif  serta rendahnya kesadaran masyarakat menyalurkan zakat melalui LAZ inilah yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian bagaimana upaya LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat serta mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat.

B.  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apakah upaya LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat ?
2.      Apakah faktor pendukung dan faktor penghambat LAZDAI dalam upaya menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat ?

C.    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan ;

  1. upaya yang dilakukan LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat.
  2. Faktor pendukung dan faktor penghambat LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat










D.    Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

  1. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan sosial yang bertema sama khususnya dalam bidang sosiologi.
  2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi bagi lembaga amil zakat dalam upaya menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat.