SUDAH SELAYAKNYA KITA MERDEKA
Dalam sejarahnya Indonesia merdeka pada tahun 1945 dan itu yang
selalu kita agung-agungkan sebagai tahun bersejarah yang tak akan dilupakan
oleh bangsa kita. pertumpahan darah yang dilakukan oleh pendahulu kita hanya
untuk membumingkan satu kata yaitu merdeka. Dalam hal ini kita tidak akan
pernah melupakan tokoh kemerdekaan seperti presiden kita yang pertama soekarno,
hatta, tan malaka, sutan syahrir dan masih banyak lagi pejuang kemerdekaan kita
yang patut kita jadikan tokoh dalam sejarah Indonesia. Terlepas dari itu kita
pula tidak boleh melupakan sejarah kita, yang berawal dari kejaoyaan
kerajaan-kerajaan yang ada di nusantara kita. dan diantara kerajaan-kerajaan
itu salah satunya adalah majapahit yang mempunyai kekuasaan yang begitu
luasnya. Kita wajib bersyur dengan kekayaan-kekayaan bangsa kita, tapi karena
di manja oleh alam kita menjadi bangsa yang tidak beradap, bangsa yang malas
dan bangsa yang pantas untuk dijajah. Tetapi diantara manisnya bangsa kita,
kita selalu di ingatkan dengan Negara belanda yang sudah menjajah kita tiga
setengah abad lamanya. Maka wajarlah kalo kita memang mempunyai kpribadian yang
seperti ini. Kata prof. goenaryo dosen fakultas syariah dalam materinya kuliah,
kita ,itu memang dinasibkan seperti ini, karena karakter budak yang masih ada
dalam diri masyarakat Indonesia. Ini bisa kita simpulkan bahwa rakyat Indonesia
tidak bisa melupakan penjajahan. Dan salah satu cara kita menjawab masalah metal
budak kita adalah ,kita bisa melupakan sejarah itu sendiri dan menatap kedepan
.
menurut Webster’s New World Dictionary, strategi
adalah “ilmu perencanaan dan pengarahan
operasi militer berskala besar, ilmu bagaimana memanuver kekuatan ke dalam
posisi yang paling menguntungkan sebelum benar-benar berhadapan dengan musuh.” Dalam hal ini kita
harus mempersiapkan sedini mungkin, tentang generasi muda kita untuk mengikuti
persaingan dunia global. Dengan begitu kita bisa dipertimbangkan dunia. Tapi
sebelum kita melangkah yang lebih jauh, kita tidak bisa melupakan birokrasi
kita yang mengekang kita mdan memperdaya kita dalam kemiskinan. Dan salah satu
yang bisa merubah itu dengan kita memutus satu generasi yang bersangkutan
dengan orde baru. Kita bisa melihat bahwa presiden kita adalah anak buah dari
orde baru. Hal itu bisa dibuktikan bahwa mereka adalah tokoh-tokoh lama yang
kembali muncul di permukaan. Dan itu tidak terlepas dari perpolikan kaum lama
yang ada. Memang tidak bisa dipungkiri Di dalam hidup bernegara
kita tak bias lepas dengan yang namanya politik, dan yang kita ketahui semua
yang berbau politik itu buruk dan semua yang berbaju politik itu kotor. Maka
selayaknya kita ada sedikit pemahaman tentang politik yang ada ,di setiap
Negara. Poitik itu pada dasarnya adalah ,sebuah alat, sehingga kita dapat
mencapai tujuan yang kita inginkan dengan mudah karena kita sudah mempunyai
alatnya atau kendaraannya yaitu politik. Kita lihat dalam suatu bentuk
pemerintahan yanig riil di Negara kita. Bahwa untuk menjadi seorang presiden
kita perlu mempunyai alat atau kendaraan
yang mempermudah mereka mencapai derajat tersebut, yang sering kita
sebut dengan partai politik. sedangkan yang kita pahami yaitu politik itu buruk
di mulai dari hal ini. Sering kita jumpai bahwa dengan kepentingannya ia
melakukan atau mencapai derajat itu dengan melakukan berbagai macam jalan, baik
yang buruk ataupun yang baik, tapi kenyataannya kebanyakan memakai jalan kotor
untuk mencapainya. Faktanya presiden kita melakaukan hal yang sama untuk mencapainya dengan politik penciteraannya.
Berbicara tentang politik kita tidak akan terlepas mengenai-
mengenai kebijakan. Kebijakan merupakan ide- idea tau strategi yang telah di
sepakati bersama oleh suatu kelompok , partai politik atau pemerintah. Tapi apa
yang dilakukan pemerintah atau partai politik itu sendiri, tidak sesuai dengan
yang di alami masyarakatnya. Dalam pemerintahan itu lebih menekankan dalam
kebijakan yang menyengsarakan dan tidak pro dengan rakyat, padahal pemerintah
atau pembuat kebijakan itu sendiri adalah wakil dari rakyat yang di pilih
langsung oleh rakyat dan untuk rakyat itulah prinsip demokrasi yang kita anut.
Seharusnya dalam menentukan suatu kebijakan yang berhubungan dengan harkat dan
martabat orang banyak itu harus mengatas namakan rakyat bukan sekelompok orang
yang berkepentingan. Dari sinilah masyarakat harus tau dan mengontrol
pemeriuntahan kita dalam setiap kebijakan yang di buatnya. Lalu apakah kita
melihat keadaan politik kita sudah baik? Kepentingan golongan itulah yang
membuat citra politik itu menjadi buruk, menurut
Bluntschli, Garner dan Frank Goodnow menyatakan bahwa ilmu politik adalah
ilmu yang mempelajari lingkungan kenegaraan. Bukan hanya
mempelajari tentang bagaimana cara kita memperkaya diri.
Kita sebagai kaum muda dan kaum terpelajar, sudah selayaknya kita
hancurkan bentuk bentuk pemerintahan yang tidak sejalan dengan pemikiran atau
kepentingan rakyat banyak. Sudah seharusnya kita melakukan revolusi bukan
revormasi yang gagal seperti tahun 1998.
Karena ada di tangan kita lah Negara ini baik, dan di tangan kita lah
Negara ini akan merdeka. Kita sebagai generasi penerus bangsa tak perlu
mengemis di Negara kita sendiri¸tolak hutang luar negeri. Kenapa kita harus
takut dengan AMERIKA???
Dalam sebuah pidato yang sangat berapi- api pada januari 1958
presiden soekarno berkata, “ kalau saya pemuda, saya akan berontak terhadap
keadaan ini”. Mungkin inilah saatnya pemuda bertindak bergerak dan
berontak. Karena sudah jelas kita, bahwa pemerintahan kita hanya mengedepankan
angka- angka pertumbuhan ekonomi secara global bukan mendasar, kita sering di
buat bangga olehnya banyak infestor asing yang masuk ke Negara kita, padahal
sebenarnya itulah penjajahan yang kita alami saat ini. Di tambah lagi banyak
TKI kita yang tidaak ada kabar di perantauan
karena kurang nya perhatian
pemerintah. Minyak yang seharusnya kita pakai sendiri kini malah di jual
ke pihak asing sehingga yang seharusnya kita bias mandi minyak malah kita
mengimpor minyak, begitu juga dengan sumber daya alam yang lain. Dalam UUD 1945
telah mengatakan semua kekayaan alam bumi kita adalah untuk kesejahteraan
rakyat.
Saatnya Kaum
Muda Memimpin Indonesia
… reformasi sering berjalan dengan cepat meninggalkan pencetusnya
bahkan keluar dari bayangan dan harapan para pendukungnya. Tapi percayalah , ia
tak pernah henti, tak pernah mati. Soekarno juga pernah berkata bahwa “ beri
aku 10 orang pemuda maka aku akan menaklukan dunia” jadi besar harapan pemuda
untuk menegakkan kembali kesejahteraan Negara, sehingga dapat kita kembalikan
pancasila sebagai dasar ideology Negara kita. dan dengan demikianlah Indonesia
akan sejahtera. Kalo kita ingin berubah kita harus menghancurkannya dan
membangunnya kembali dari awal itu yang pernah dikatakan Alm. Gusdur dalam
ceramahnya, karena Negara kita sudah sedemikian busuknya sehingga kita tidak
bisa merasakan kesejahteraan yang diberikan tuhan kepada kita. berbicara
tenitang kesejahteraan kita mungkin hanya bisa membanyangkannya. Padahal
berbicara tentang kesejaohteraan kita akan selalu terikat dengan namanya
ekonomi. Sedangkan ekonomi kita tidak sesuai dengan ekonomi yang dibutuhkan
masyarakat kita yaitu ekonomi kerakyatan. Sehingga ,banyak masyarakat kita
beranggapan Negara kita berkembang pesat dalam ekonomi tetapi ekonompi itu yang
malah akan merugikan rakyat. Bukan ekonomi yang diinginkan pendahulu kita yaitu
moh. Hatta dengan ekonomi kerakyatannya yang terlahirlah konsep koperasi.
Indonesia
memerlukan 1 pemimpin yang moderat dan adil. Dan 1 pemimpin memerlukan 5 orang
pendamping yang mempunyai semangat revolusinya Tan Malaka, tri sakti kita
warisi dari soekarnno. Dari hatta kita warisi ekonomi kerakyatannya ( koperasi)
. Dan dari syahriri kita di warisi keadilan sosialnya. Dan dari yamin kita
warisi Negara hukum. Dan itulah yang sudah di petakan dari generasi muda
penerus bangsa. Dan dari segi itulah kita harus merombak ulang dan mengkonsep baru
tentang Negara kita.
MONARKI ATAU
PRESIDENSIAL = KESEJAHTERAAN RAKYAT
Oleh: Nasrul Umam
Sejarah mengatakan bahwa
bangsa kita selalu di pimpin oleh
seorang raja. Dan karena raja raja lah yang memang pantas menjadi acuan dari
Negara kita. Kita bisa melihat antara Negara yang di pimpin oleh raja dan yang
dipimpin oleh presiden atau yang lainnya. Kita bias melihat inggris begitu
cepatnya ia berkembang karena ia mempunyai seorang raja, tak usah jauh kita
melihat, kita bias melihat Negara tetangga kita Malaysia begitu pesatnya ia membangun
Negaranya lewat pemerintahan monarki nya,
begitu juga Negara arab dan uni emirat arab. Kalo melihat secara konsep
kepemimpinan itu harus mempunyai karisma bukan karena ia menang dalam kongres
atau pemilu. Itu yang seharusnya di lakukan oleh Indonesia melihat sejarah
menjelaskan peradaban- peradaban yang pernah di embannya. Hal ini dapat di
katakana apabila dulu sejarah bangsa kita dari jawa, Kalimantan, Sumatra, NTT
dan yang laennya mengembangkan daerahnya lewat system kerajaan , di jawa sering
kita dengar kerajaan Majapahit, demak. Dll di Kalimantan ada kerajaan Kutai, di
Sumatra Pgaruyung di daerah sekitar Sumatra barat, di aceh ada samudra pasai
dan di NTT ada kerajaan Fehalaran, tapi mengapa
kita malah keluar dari sendi itu dan melupakannya? Malah kita percaya dengan
system pemerintahan yang di titipkan amerika dan Negara maju yang laenya yang
sudah jelas mereka tidak tahu rumpun aatau cultur bangsa kita. Amerika
pemerintahan nya presiden terpilih karena itu yang pantas buat Negara seperti
mereka karena melihat sejarah dari negaranya yang mayoritas penduduknya adalah
orang pendatang. Yang disitu harus dituntun untuk adil dalam memilih pemimpinnya.
Tapi Negara kita?? Penduduk mayoriytas pribumi. Dan tiap daerah sudah di wakili
raja. Karena dalam sejarah Indonesia, masyarakat perlu sosok yang di segani dan
mampu mensejahterakan yang memimpin daerahhnya dan yang tepat adalah system raja.
Yang mula- mula mungkin hanya sekedar tuan otanah sehingga pada ahirnya ia
membuat peradaban baru di era post kolonialisme.
Sistem kerajaan seperti ini sudah
mengakar di bumi Indonesia. yang mana orang akan mengedepankan keluarga dahulu
baru kemudian orang lain. Banyak contoh yang bisa kita lihat atau kita rasakan,
dimana orang lebih mementingkan keluarga dahulu yang kemudian orang lain. Jika
itu lembaga pendidikan, bisa kita perhatikan siapa-siapa saja yang bergelut di
dalamnya. dan jika itu perekrutan karyawan, siapa-siapa yang akan dengan mudah
mendapatkan. Tidak akan jauh, akan ada orang terdekat dari mereka yang
sebelumnya sudah memasukinya. Dan dari situlah soekarno menciptakan
pancasila yang mungkin itu bisa mewakili dari kepentingan- kepentingan bersama.
Negara kita sangat di kenal dengan nilai gotong royongnya, dan itu sudah mulai
hilang, padahal dari gotong royong itulah kita bisa merdeka. Dan nilai gotong
royong itu sendiri tidak jauh dari aturan- aturan atau nilai- nilai dalam
cultur kerajaan. Soekarno pernah berkata “ jangan lupakan jas merah” karena
memang dari sejarahlah kita seharusnya berkembang, dan dari sejarahlah kita
bisa membaca keadaan yang lebih riil dengan sejarah sebagai referensi
penyelesaiannya.
Dalam hal ini, sebenarnya rakyat
sudah bosan untuk membahasnya atau pun mendiskusikannya, sekarang ini yang
masyarakat inginkan adalah selama rakyat tidak susah untuk dapat makanan,
pendidikan, kesehatan dan penghidupan yang layak. Melihat perkembangan ini kita
bisa membadakan antara pemerintahan mana yang bisa mdi andalakan unituk
mengatasi ,permasalahan masyarakat yanig sudah sedemiukian peliknya. Apalagi
kalo kita membahas tentang ekonomi, plitik dan sosial budaya. Sangat jauh
berbeda antara kerajaan dan pemerintahan Indonesia sekarang ini. Dalam ekonomi.
Yang pasti kalo kerajaan mengacu pada ekonomi kerakyatan dan belum tentu system
ekonomi yang kita pakai sekarang di Negara kita ini cocok. Dan ternyata
terbukti tidak cocok dan sangat menindas masyarakat kecil. Berbicara soal
politik, dalam system kerajaan yang pernah di terapkan di kerajaan yaitu raja
itu turun temurun sehingga dapat menyiasati denagan adanya many politik, dan
juga dalam percaturan politik krerajaan sangat tidak berimbas langsung pada
masyarakat, dan hanya kalangan kerajaan lah yang tau. Sedangnkan melihat
perpolitikan di neara kita sangat riskan, tiap hari kita di suguhi oleh politisi
yang tidak karuan, imbas dari pertarungan dalam partai atau politik dalam
sebuah Negara sangat di rasakan langsung oleh jrakyat, ,yang ahirnya ia di
gelisahkan dengan permasalahan – permasalahan yang seharusnya ia tak perlu tau
lebih jauh malah setiap hari ia di suguhi makanan – makanan yang tak mutu yang
ahirnya memberikan argument kepada mereka acuh dan cuek melihat atau mengontrol
pemerintah, dan terkesan takut. Dalam
nilai sosial budaya nya. Era kerajaan- kerajaan dulu sangat menghormati
kesenian- kesenian yang itu ahirnya memberikan identitas suatu kerajaan dan
yang sangat ingin di tekan kan bahwa dalam kerajaan system initeraksi sosial
sangat kental, dengan adanya gotong royong dan dengan adanya ,musyawarah. Dalam
keadaaan yang seperti ini apa yang harus dilakukan, yang duulu ternyata
reformasi 1998 bisa di bilang gagal. karena tidak mengena di sector ekonominya.
Sehingga ,menjadikan Negara yang
sedemikian rupa. Kita belumm terlambat apabila kita membicaraka perubahan, dan
jika di tahun 1998 ada reformasi yang belum kena di sebagian sector dan
sekarang lah kita bisa membangun Indonesia dengan refolusi di segala aspek.
Dengan tidak melupakan jas merah yang bilang soekarno. Yang kemudian bisa di
jadikan untuk refolusi yang sedang kita rencanakan mulai sekarang. Wat masa
kepemimpinannya.
Indonesia memerlukan 1 pemimpin yang moderat dan adil. Dan 1 pemimpin
memerlukan 5 orang pendamping yang mempunyai semangat revolusinya Tan Malaka,
tri sakti kita warisi dari soekarnno. Dari hatta kita warisi ekonomi
kerakyatannya ( koperasi) . Dan dari syahriri kita di warisi keadilan
sosialnya. Dan dari yamin kita warisi Negara hukum. Dan itulah yang sudah di
petakan dari generasi muda penerus bangsa. Dan kita mulai perubahan itu di
KSMW.
KEUTUHAN NEGARA DALAM GENGGAMAN PEMUDA SEBAGAI GENERASI PENERUS BANGSA
05.56
| Author:
RAKJAT INDEPENDEN
KEUTUHAN NEGARA DALAM GENGGAMAN PEMUDA SEBAGAI GENERASI PENERUS BANGSA
Oleh: nasrul umam ( ketua dept jaringan dan
komunikasi public)
Keompok studi mahasiswa walisongo semarang
(KSMW)
Di dalam hidup bernegara kita tak
bias lepas dengan yang namanya politik, dan yang kita ketahui semua yang berbau
politik itu buruk dan semua yang berbaju politik itu kotor. Maka selayaknya
kita ada sedikit pemahaman tentang politik yang ada ,di setiap Negara. Poitik
itu pada dasarnya adalah ,sebuah alat, sehingga kita dapat mencapai tujuan yang
kita inginkan dengan mudah karena kita sudah mempunyai alatnya atau
kendaraannya yaitu politik. Kita lihat dalam suatu bentuk pemerintahan yanig
riil di Negara kita. Bahwa untuk menjadi seorang presiden kita perlu mempunyai
alat atau kendaraan yang mempermudah
mereka mencapai derajat tersebut, yang sering kita sebut dengan partai politik.
sedangkan yang kita pahami yaitu politik itu buruk di mulai dari hal ini.
Sering kita jumpai bahwa dengan kepentingannya ia melakukan atau mencapai
derajat itu dengan melakukan berbagai macam jalan, baik yang buruk ataupun yang
baik, tapi kenyataannya kebanyakan memakai jalan kotor untuk mencapainya.
Faktanya presiden kita melakaukan hal yang sama untuk mencapainya dengan politik penciteraannya.
Berbicara tentang politik kita tidak
akan terlepas mengenai- mengenai kebijakan. Kebijakan merupakan ide- idea tau
strategi yang telah di sepakati bersama oleh suatu kelompok , partai politik
atau pemerintah. Tapi apa yang dilakukan pemerintah atau partai politik itu
sendiri, tidak sesuai dengan yang di alami masyarakatnya. Dalam pemerintahan
itu lebih menekankan dalam kebijakan yang menyengsarakan dan tidak pro dengan
rakyat, padahal pemerintah atau pembuat kebijakan itu sendiri adalah wakil dari
rakyat yang di pilih langsung oleh rakyat dan untuk rakyat itulah prinsip
demokrasi yang kita anut. Seharusnya dalam menentukan suatu kebijakan yang
berhubungan dengan harkat dan martabat orang banyak itu harus mengatas namakan
rakyat bukan sekelompok orang yang berkepentingan. Dari sinilah masyarakat
harus tau dan mengontrol pemeriuntahan kita dalam setiap kebijakan yang di
buatnya. Lalu apakah kita melihat keadaan politik kita sudah baik???
Kepentingan golongan itulah yang membuat citra politik itu menjadi buruk, menurut Bluntschli, Garner dan Frank Goodnow menyatakan bahwa
ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari lingkungan kenegaraan. Bukan
hanya mempelajari tentang bagaimana cara kita memperkaya diri.
Kita sebagai kaum muda dan kaum
terpelajar, sudah selayaknya kita hancurkan bentuk bentuk pemerintahan yang
tidak sejalan dengan pemikiran atau kepentingan rakyat banyak. Sudah seharusnya
kita melakukan revolusi bukan revormasi yang gagal seperti tahun ‘98. Karena ada di tangan kita lah Negara ini
baik, dan di tangan kita lah Negara ini akan merdeka. Kita sebagai generasi
penerus bangsa tak perlu mengemis di Negara kita sendiri¸tolak hutang luar
negeri. Kenapa kita harus takut dengan AMERIKA???
Dalam sebuah pidato yang sangat
berapi- api pada januari 1958 presiden soekarno berkata, “ kalau saya pemuda,
saya akan berontak terhadap keadaan ini”. Mungkin inilah saatnya pemuda
bertindak bergerak dan berontak. Karena sudah jelas kita, bahwa pemerintahan
kita hanya mengedepankan angka- angka pertumbuhan ekonomi secara global bukan
mendasar, kita sering di buat bangga olehnya banyak infestor asing yang masuk
ke Negara kita, padahal sebenarnya itulah penjajahan yang kita alami saat ini.
Di tambah lagi banyak TKI kita yang tidaak ada kabar di perantauan karena kurang nya perhatian pemerintah. Minyak yang seharusnya kita pakai
sendiri kini malah di jual ke pihak asing sehingga yang seharusnya kita bias
mandi minyak malah kita kelaparan minyak, begitu juga dengan sumber daya alam
yang lain. Katakan TIDAK untuk pemberontakan
.
Saatnya Kaum Muda Memimpin Indonesia
… reformasi sering berjalan dengan
cepat meninggalkan pencetusnya bahkan keluar dari bayangan dan harapan para
pendukungnya. Tapi percayalah , ia tak pernah henti, tak pernah mati. Soekarno
juga pernah berkata bahwa “ beri aku 10 orang pemuda maka aku akan menaklukan
dunia” jadi besar harapan pemuda untuk menegakkan kembali kesejahteraan Negara,
sehingga dapat kita kembalikan pancasila sebagai dasar ideology Negara kita…..
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kemanusiaan yang terbesar adalah masalah kemiskinan yang melanda
sebagian besar umat manusia termasuk di dalamnya umat Islam. Masalah kaya
miskin dalam masyarakat kadang-kadang dipandang sebagai masalah rawan karena
keadaan demikian dapat menimbulkan kesenjangan dan masalah sosial. Masalah
sosial yang timbul dari kemiskinanan seperti kriminalitas, penculikan anak,
kenakalan remaja, anak jalanan, gelandangan, pengemis, narkoba, prostitusi dan
masalah sosial lainnya. Masalah-masalah sosial tersebut tentunya akan
meresahkan masyarakat dan perlu ditangani dengan cara mengentaskan kemiskinan
terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi perbedaan kaya dan miskin yang mencolok
dalam masyarakat. Untuk mengentaskan kemiskinan diperlukan kerjasama dari semua
pihak baik pemerintah maupun masyarakat
itu sendiri, karena mengentaskan kemiskinan merupakan tanggung jawab bersama
sebagai bentuk solidaritas sosial dalam masyarakat.
Tiap agama membawa ajaran yang baik terlepas dari perbedaan-perbedaan
sangat mendasar yang menyertainya. Termasuk di dalamnya ajaran kedermawanan
sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama dan ajaran menciptakan persatuan dan
kesatuan antar umat manusia. Menurut Jalaluddin (2005 : 263) agama memiliki
fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas sosial dimana penganut agama yang sama
secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan : iman dan
kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok
maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang
kokoh. Karena agama mendorong manusia untuk tidak selalu memikirkan kepentingan
pribadi tetapi juga kepentingan sesama. Itu berarti agama membantu mendorong
terciptanya persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban-kewajiban sosial
dengan memberikan nilai-nilai yang berfungsi menyalurkan sikap-sikap para
anggota masyarakat dan menetapkan isi kewajiban-kewajiban sosial mereka. Dalam
peranan ini agama telah membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial yang terpadu
dan utuh.
Peranan sosial agama harus dilihat terutama sebagai sesuatu yang
mempersatukan. Dalam pengertian harfiahnya, agama menciptakan suatu ikatan
bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena
nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh
kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan bersama
dalam masyarakat. Agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial.
Nilai-nilai sosial keagamaan tersebut tidak mudah diubah karena adanya
perubahan- perubahan dalam konsepsi-konsepsi kegunaan dan kesenangan
duniawi
(Nottingham, 1997 : 42). Seperti halnya ajaran agama Islam yang menghendaki
penganutnya untuk memiliki kepekaan dan solidaritas sosial untuk ikut
memikirkan nasib orang lain dan memiliki
kewajiban sosial membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu
ajaran Islam yang menunjukkan solidaritas dan kewajiban untuk mensejahterakan
masyarakat adalah zakat. Zakat merupakan ibadah umat Islam di bidang harta yang
sering dipandang sebagai instrumen untuk merealisasikan konsep keadilan dan
kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat. Zakat merupakan manifestasi dalam
hubungan antara manusia dengan prinsip mendistribusikan harta kekayaan dari
yang kaya kepada yang miskin sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial.
Islam
mewajibkan seorang muslim yang mampu untuk mengeluarkan hartanya dalam bentuk
zakat, infaq dan shadaqah. Sedangkan bagi
orang yang tidak mampu berusaha dan tidak sanggup bekerja, serta tidak
memiliki harta untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, maka ia berhak mendapat
jaminan dari saudara-saudaranya yang mampu, karena dalam Islam semua muslim itu
bersaudara. Jaminan yang dimaksud tersebut berupa zakat yang diberikan oleh
muslim yang mampu kepada saudara muslim yang tidak mampu. Zakat inilah yang
diharapkan mampu meminimalisir kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin,
sebagai sikap dari saling membantu dan solidaritas dalam Islam yang pada
akhirnya mampu pula memberantas kemiskinan dalam masyarakat.
Yusuf Qardhawi
(Nuruddin, 2006 :152-153) mengemukakan bahwa zakat adalah sistem sosial, karena
zakat berfungsi menyelamatkan masyarakat dari kelemahan baik karena bawaan
ataupun karena keadaan. Zakat dapat menanggulangi berbagai bencana dan
kecelakaan, memberikan santunan kemanusiaan, orang yang berada menolong yang
tidak punya, yang kuat membantu yang lemah, orang miskin dan orang yang dalam
perjalanan kehabisan bekal dan memperkecil perbedaan antara si kaya dan si
miskin.
Sedangkan
zakat menurut Hikmat Kurnia dan A. Hidayat (2008 : 8) merupakan salah satu dari
sistem ekonomi Islam karena zakat merupakan salah satu implementasi asas
keadilan dalam sistem ekonomi Islam. Di sisi lain Sahal (Sidiq, 2005 : 11) juga
menyatakan zakat adalah institusi-institusi untuk mencapai keadilan sosial,
dalam arti sebagai mekanisme penekanan modal pada sekelompok kecil masyarakat.
Zakat merupakan ibadah yang memiliki akar historis yang
cukup panjang, seperti juga ibadah shalat. Kalau shalat merupakan ibadah
ruhiyah, maka zakat adalah ibadah harta dan sosial yang memiliki posisi sangat
penting, strategis, dan menentukan, baik yang dilihat dari sisi ajaran Islam
maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Dengan kata lain, zakat disamping memiliki dimensi
spiritual juga memiliki dimensi sosial ekonomi. Dengan demikian, bagi setiap
muslim yang telah menunaikan zakat, tidak hanya beribadah untuk dirinya sendiri
tetapi juga berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan sesamanya, dimana
pengeluaran zakat dibebankan atas harta atau kekayaan seorang muslim sehingga
zakat memiliki tujuan sangat mulia .
Adapun tujuan mulia dari zakat menurut Muhammad Said
Wahbah (Nuruddin, 2006 : 32-33) yaitu :
1.
Membangun jiwa dan
semangat untuk saling menunjang dan solidaritas sosial di kalangan masyarakat
Islam.
2.
Merapatkan dan
mendekatkan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat.
3.
Menanggulangi
pembiayaan yang mungkin timbul akibat berbagai bencana, seperti bencana alam
maupun bencana lainnya.
4.
Menutup biaya-biaya
yang timbul akibat terjadnya konflik, persengketaan dan berbagai bentuk
kekerasan dalam masyarakat.
5.
Menyediakan dana
taktis dan khusus untuk penangulangan biaya hidup para gelandangan, para pengangguran,
dan tuna sosial lainnya, termasuk dana untuk membantu orang-orang yang hendak
menikah, tetapi tidak memiliki dana untuk itu.
Peran
strategis zakat dalam mensejahterakan umat, bukan hanya janji kosong ataupun
angan-angan. Zakat telah terbukti begitu efektif pada zaman kekhalifahan Umar
bin Khaththab yang mampu mengentaskan
kemiskinan karena tidak lagi ditemukan orang-orang miskin untuk diberikan
zakat.
Seperti yang dikisahkan Abu
Ubaid bahwa Mu’adz bin Jabal pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di
Yaman kepada khalifah Umar, karena beliau tidak lagi menemukan mustahik (penerima
zakat) zakat di Yaman, tapi dikembalikan oleh Umar, Mu’adz
kemudian mengirimkan sepertiga hasil zakat itu yang kembali ditolak oleh Umar. (www.Sebi.ac.id, akses tanggal 30 Oktober 2008).
Sebuah potret yang begitu
mengagumkan dari adanya kewajiban zakat
bagi umat muslim. Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, yang secara
logika sederhana, muzakki-nya
(pembayar zakat) tentu sangat banyak, dan jika
ini
bisa dimaksimalkan, bukan tidak mungkin bangsa ini akan bebas dari lilitan
hutang dan masyarakatnya bisa sejahtera. Agar menjadi sumber daya yang dapat dimanfaatkan bagi
kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan kemiskinan dan
menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara
professional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama
pemerintah.
Di Indonesia sendiri pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat sebagai landasan hukum
sekaligus pengatur dalam upaya pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan
zakat yang disertai dengan Keputusan
Menteri Agama (KMA) No. 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan
UU No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat dan
Urusan Haji No. D / 291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Walau telah ada dasar hukum yang kuat mengenai pengelolaan zakat, namun masih
ada kekurangan dari undang-undang tersebut, seperti tidak adanya sanksi bagi
orang yang telah mampu dan wajib berzakat tetapi tidak melaksanakannya (tidak
mau membayar zakat). Sehingga mengeluarkan zakat masih bergantung pada
kesadaran individu masing-masing.
Dalam Bab II
pasal 5 Undang-undang zakat tersebut dikemukakan bahwa pengelolaan zakat
bertujuan untuk :
- Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat
sesuai tuntutan agama.
- Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial .
- Meningkatkan hasil dan daya guna zakat.
Dalam
undang-undang tersebut juga dikemukakan
bahwa pemerintah Indonesia menetapkan dan mengesahkan Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ) sebagai organisasi yang bergerak dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Badan Amil Zakat (BAZ) sebagai badan yang didirikan oleh
pemerintah menjadi ujung tombak pemerintah dalam upaya pengumpulan dan
pendistribusian zakat. Badan ini didirikan di berbagai tingkatan mulai dari
pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Pelaksanaan pengelolaan zakat
turut pula dilaksanakan oleh unsur
masyarakat melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan
dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah setelah memenuhi beberapa
persyaratan tertentu.
Berkaitan dengan
upaya pembentukan pengelola zakat yang kuat, amanah dan dipercaya oleh
masyarakat maka diatur pula sanksi bagi lembaga pengelola zakat seperti yang
tercantum dalam Bab VIII pasal 21 butir 1 bahwa :
“setiap
pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau tidak mencatat dengan tidak benar harta zakat,
infak, sedekah, hibah, wasiat,waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8, pasal 12, dan pasal 13 dalam undang-undang ini diancam dengan hukuman
kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/ atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah)”.
Dengan adanya
sanksi tersebut diharapkan dapat membuat masyarakat percaya dan sengaja
mengeluarkan zakatnya melalui lembaga
amil zakat.
Sejak dikeluarkannya UU No.38 tahun 1999 tersebut, pengelolaan zakat di Indonesia
terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Terbukti dengan semakin banyaknya
badan/lembaga yang berdiri untuk mengelola zakat. Menurut data Forum Zakat
(FOZ) hingga Nopember 2007 di Indonesia sudah ada BAZ (Badan Amil Zakat)
sebanyak 433 badan dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) sebanyak 60 lembaga atau total
BAZ/LAZ = 493 lembaga. Dari 493 lembaga tersebut berhasil dihimpun dana sebesar
Rp 1,8 Triliun (http : //www.dsniamanah.or.id, tanggal 31 Januari 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif
Hidayatullah dan Ford Foundation
(http://www.rumahzakat.org/detail.php?id=1628&kd=B
tanggal 30 Desember 2008) mengungkapkan, jumlah filantropi (kedermawanan) umat
Islam Indonesia mencapai Rp 19,3 triliun dalam bentuk barang Rp 5,1 triliun dan
uang Rp 14,2 triliun. Jumlah dana sebesar itu, sepertiganya masih berasal dari
zakat fitrah (Rp 6,2 triliun) dan sisanya zakat harta sebesar Rp. 13,1 triliun.
Potensi zakat di Indonesia sesungguhnya sangat
besar, berdasarkan hitungan Kompas, potensi minimal
zakat di Indonesia sebesar Rp 4,8 triliun. Asumsinya, penduduk Muslim 88,2
persen dari total penduduk Indonesia. Mengacu pada Survei Sosial Ekonomi
Nasional 2007, dari 56,7 juta keluarga di seluruh Indonesia, 13 persen di
antaranya memiliki pengeluaran lebih dari Rp 2 juta per bulan. Dengan asumsi
bahwa penghasilan setiap keluarga itu lebih besar daripada pengeluaran, minimal
keluarga itu mampu membayar zakat 2,5 persen dari pengeluarannya. Dengan
demikian, nilai totalnya menjadi Rp 4,8 triliun. Hasil survei Public Interest Research and Advocacy Center
(PIRAC) tahun 2007 menyebutkan, potensi zakat di Indonesia lebih besar lagi,
yaitu Rp 9,09 triliun. Survei ini menggunakan 2.000 responden di 11 kota besar
di Indonesia.
Pakar ekonomi syariah, Syafii Antonio, bahkan menyebut potensi zakat
Indonesia mencapai Rp 17 triliun. Namun, hasil riset terbaru dari Ivan
Syaftian, peneliti dari Universitas Indonesia, tahun 2008, dengan menggunakan qiyas zakat emas, perak, dan
perdagangan, didapat data potensi zakat profesi sebesar Rp 4,825 triliun per
tahun. Penghitungan ini menggunakan variabel persentase penduduk Muslim yang
bekerja dengan rata-rata pendapatan di atas nisab
(http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/30/00185540/potensi.zakat.triliunan.rupiah).
Sementara
itu, jumlah dana zakat yang bisa dihimpun Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)
tahun 2007 sebesar Rp 14 miliar. Apabila digabung dengan penerimaan zakat
seluruh lembaga amil zakat (LAZ) tahun 2007, dicapai Rp 600 miliar. Nilai ini
hanya 12,5 persen dari potensi minimal yang ada jika asumsi potensi Rp 4,8
triliun. Ini membuktikan bahwa dari
potensi zakat yang besar belum sepenuhnya tergali untuk digunakan mengatasi
masalah kemiskinan.
Hasil Survei “Potensi dan Perilaku Masyarakat dalam Berzakat” (http:/ www.
PIRAC.co.id, akses tanggal 3 Februari 2009) yang dilakukan PIRAC pada akhir 2007
dengan melibatkan 2000 responden yang dilakukan setiap tiga tahun untuk
mengetahui potensi dan perubahan perilaku masyarakat dalam berzakat. Survei yang dilakukan di 11 kota besar, yakni
Medan, Padang, DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Pontianak, Balikpapan,
Makassar, dan Manado menunjukkan bahwa 55 persen masyarakat muslim yang menjadi
responden sadar atau mengakui dirinya sebagai pembayar zakat (muzaki).
Tingkat kesadaran para muzaki ini meningkat 5,2 persen
dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya (2004) yang besarnya 49,8 persen.
Fenomena ini menunjukkan adanya kesadaran masyarakat akan kewajibannya sebagai
wajib zakat. Peningkatan kesadaran ini juga terlihat dari kepatuhan muzaki dalam menunaikan kewajibannya
berzakat. Survei menunjukkan sebagian besar responden yang mengaku sebagai muzaki (95,5 persen) menunaikan
kewajibannya dengan membayar zakat. Jumlah persentase muzaki yang membayar zakat ini juga sedikit meningkat dibanding
hasil survei 2004 yang besarnya (94,5 persen). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk
mengeluarkan zakatnya.
Munculnya
lembaga-lembaga pengelola zakat dan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam
melaksanakan ibadah zakat, belum disertai dengan kesadaran untuk menyalurkan
zakat melalui badan amil zakat ataupun lembaga amil zakat. Jumlah muzaki (pembayar zakat) yang menyalurkan
zakat secara langsung lebih besar daripada yang menyalurkan melalui BAZ dan
LAZ. Hal ini dapat dilihat dari hasil Survei PIRAC yang menunjukkan
bahwa sebagian besar responden
(59%) ternyata memilih menyalurkan zakatnya kepada masjid di sekitar rumah. Responden yang memilih
menyalurkan zakatnya langsung kepada
penerima zakat sebesar 25 %, sementara responden yang
menyalurkan zakatnya ke BAZ dan LAZ hanya 6% dan 1,2%.
Di Bandar Lampung sendiri, menurut Ansori, direktur LAZIS Lampung (Lampung
Post, 28 September 2007) masyarakat Lampung cenderung memberikan
zakatnya langsung kepada mustahiq (penerima zakat), sehingga
zakat yang dikelola masih minim. Di sisi lain, lembaga amil zakat kurang
berkembang karena tingkat kepercayaan masyarakat untuk memberikan zakatnya
kepada LAZIS masih rendah. Padahal, potensi zakat di Lampung ini sangat besar,
mencapai Rp30 miliar/tahun.
Banyak pemberi
zakat yang lebih senang menyalurkan zakatnya melalui masjid sekitar rumah
ataupun secara langsung kepada mustahik.
Pengelolaan zakat lewat masjid umumnya tidak
seoptimal dan profesional lewat BAZ dan LAZ. Pola pengelolaan zakatnya biasanya
bersifat pasif, tentatif atau tidak rutin, booming pada saat Ramadhan, dikelola
oleh panitia sementara dan
pendayagunaannya hanya pada pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Sedangkan pembagian zakat secara langsung merupakan
niat baik, namun niat baik juga harus disertai dengan pelaksanaan yang baik
agar tidak terjadi hal yang merugikan seperti yang terjadi di beberapa daerah
di Indonesia.
Contoh
penyaluran zakat yang berakhir tragis terjadi saat ada pembagian zakat secara
massal oleh keluarga Haji Syaikon di Pasuruan, Jawa Timur, pada tanggal 15 September 2008 yang
menyebabkan 21 orang tewas dan belasan korban luka-luka akibat pembagian zakat
yang tidak tertib (http ://www. Detiknews.com tanggal 2 Februari 2009) dan berita
Ramadhan tahun sebelumnya menewaskan 5 orang di rumah Habib Ismet Alhabsyi Jl.
Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan
merupakan berita yang sangat miris didengar.
Insiden ini sebenarnya bukan pertama
kali terjadi, namun pola penyaluran zakat secara massal ini tampaknya
masih diminati masyarakat. Insiden
Pasuruan ini tak perlu terjadi seandainya H.
Syaikhon dan Habib Ismet sebagai
muzaki mau menyerahkan zakatnya
kepada amil zakat yang sudah ada, yakni badan
amil zakat daerah atau lembaga amil zakat lainnya.
Selain
mengindari hal-hal yang tak diinginkan, penyaluran zakat secara kolektif
melalui lembaga pengelola zakat, apalagi yang memiliki kekuatan hukum formal, menurut Abdurrahman
Qadir (Hafidhuddin, 2002 : 126) akan memiliki beberapa
keuntungan, antara lain : Pertama,
untuk menjamin kepastian dan disiplin muzakki
(pemberi zakat). Kedua, untuk menjaga
perasaan rendah diri para mustahik
(penerima zakat), apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. Ketiga, untuk mencapai efisiensi dan efektivitas, serta sasaran
yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada
suatu tempat. Keempat, untuk
memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang
Islami.
Sebaliknya, jika zakat diserahkan secara
langsung dari muzakki kepada mustahik, meskipun secara hukum syariah
adalah sah, akan tetapi disamping akan terabaikannya hal-hal tersebut diatas,
juga hikmah dan fungsi zakat , terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan
umat akan sulit diwujudkan. Seperti yang diungkapkan oleh Yusuf Wibisono (2007 : 3) bahwa zakat sebagai
salah satu ibadah memiliki potensi yang menjanjikan bagi perekonomian dan dapat
mengentaskan kemiskinan, baru akan terasa dampaknya pada tingkat yang
diharapkan jika dana zakat terkumpul dalam jumlah yang cukup signifikan,
dikumpulkan secara terorganisir dan dikelola secara profesional.
Besarnya
manfaat zakat dan pentingnya penghimpunan zakat secara kolektif serta rendahnya kesadaran masyarakat menyalurkan
zakat melalui LAZ inilah yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian
bagaimana upaya LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk mengeluarkan zakat
serta mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam menyadarkan
masyarakat untuk mengeluarkan zakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah upaya LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk
mengeluarkan zakat ?
2.
Apakah
faktor pendukung dan faktor penghambat LAZDAI dalam upaya menyadarkan
masyarakat untuk mengeluarkan zakat ?
C. Tujuan
Penulisan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan ;
- upaya yang dilakukan LAZDAI dalam menyadarkan masyarakat untuk
mengeluarkan zakat.
- Faktor pendukung dan faktor penghambat LAZDAI dalam menyadarkan
masyarakat untuk mengeluarkan zakat
D.
Kegunaan
Penelitian
Kegunaan penelitian ini
adalah :
- Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
ilmu pengetahuan sosial yang bertema sama khususnya dalam bidang
sosiologi.
- Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan dan informasi bagi lembaga amil zakat dalam upaya menyadarkan
masyarakat untuk mengeluarkan zakat.